SEKILAS INFO
: - Rabu, 02-10-2024
  • 6 bulan yang lalu / Selamat Datang di  Website Resmi SMA NEGERI 1 KRAKSAAN || ⛔ TERKINI: SUKSES PERTEMUAN TERAKHIR RESA ARE ; TELISIK BUDAYA TER-ATER DALAM KEHANGATAN RAMADHAN.

Created by Riska Anggun Maulani, Probolinggo

Cerita perjuangan Sawaludin Sobri mengejar impiannya menjadi polisiCerita perjuangan Sawaludin Sobri mengejar impiannya menjadi polisi

Polisi muda Sawaludin Sobri berhasil memperoleh gelar bintara setelah melewati proses yang panjang. Tidak hanya mengandalkan kecerdasan intelektual, tetapi juga mengandalkan cara untuk bertahan hidup. Tidur di sekitar masjid menjadi pilihan saat ia mengikuti rangkaian seleksi. Demi menghemat biaya karena ia tidak mampu menyewa penginapan. Lulus dari pendidikan di kepolisian, ia pun berpangkat Briptu.

Sobri mendaftar dalam seleksi penerimaan anggota POLRI setelah lulus dari bangku SMA. Tidak hanya itu, ia juga mendaftar kuliah di lembaga sekolah kedinasan. SBMPTN pun diikutinya.

Ia mencoba mengadu nasib dengan mendaftar di sekolah kedinasan seperti Akpol, IPDN, dan PT. KAI. Sedangkan dalam jalur SBMPTN ia mendaftar di Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Negeri Jember.

Awalnya alumni paskibraka provinsi tahun 2015 ini menyangka segala sesuatu yang dijalaninya berjalan lancar. Namun ternyata kenyataan berkata lain. Ia tidak lolos dalam seleksi sekolah kedinasan.

Kabar bahagia kemudian datang di sela kekecewaannya. Sobri lolos dalam seleksi SBMPTN di jurusan Ilmu Sejarah. Kesempatan emas itu tidak dilewatkannya. Sobri melanjutkan kuliah di Universitas Negeri Jember. Di sela waktu belajarnya, Sobri menggunakan waktu luang dengan menjadi supir Gojek. Hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Selain itu, ia juga mengikuti kegiatan tes kompetensi dasar. Hal itu dilakukan karena ia masih bermimpi mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang polisi.

Dua semester berlalu, ia kemudian mencoba untuk mendaftar sekolah kedinasan lagi. Berkaca pada kesalahan sebelumnya, Sobri mempersiapkannya dengan matang. Kendati demikian ia tidak meninggalkan kuliahnya.

Sobri kembali mendaftar di sekolah kedinasan IPDN dan Bintara polisi. Ketika mendaftar, ia dibingungkan lagi dengan pengalamannya saat seleksi. Uang saku yang diberikan orang tuanya hanya cukup untuk membeli bensin dan makan. Ia harus memutar otak untuk dapat bertahan hidup selama 3 bulan di Surabaya. Tempat seleksi saat itu.

Tidak ada cara lain. Sobri memutuskan untuk tinggal sementara di masjid. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan takmir masjid baik dan menganggapnya seperti anak sendiri.

Ia berhasil memenuhi syarat tes seleksi IPDN dan mengharuskannya untuk datang ke kantor pusat. Sementara untuk Bintara Polri, dari 30 calon siswa, hanya bisa terpilih 5 calon siswa saja. Sobri berhasil mendapatkan peringkat 1 dari kelima calon siswa tersebut.

Setelah dinyatakan lolos seleksi, ia pun mengabari kedua orang tuanya. Saat itu ia dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit. Antara IPDN dan Pendidikan Bintara Polri. Dengan kondisi keterbatasan biaya, akhirnya Sobri memilih untuk mengikuti pendidikan Bintara polisi karena tidak perlu berangkat ke kantor pusat yang jaraknya cukup jauh.

”Kita tidak akan pernah tahu rejeki kita dimana namun penting bagi kita untuk mempersiapkan diri.” Katanya menutup pembicaraan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Telp Sekarang
Lokasi